Minggu, 02 Agustus 2015

PRoses Kemunduran Mutu Udang

Morfologi Udang
Menurut Soetomo (1990) tubuh udang terbagi ke dalam dua bagian, yaitu bagian kepala (chefalothorax) yang terdiri dari kepala dan dada, serta bagian badan (abdomen). Chefalothorax terdiri dari 13 ruas,5 ruas bagian kepala dan 8 ruas bagian dada. Pada bagian depan meruncing dan melengkung membentuk huruf ’S’ yang disebut cucuk kepala (rostrum). Organ-organ lain pada bagian kepala antara lain:
1. Sepasang mata majemuk (facet) bertangkai dan dapat digerakkan,
2. Mulut yang terletak pada bagian bawah kepala dengan rahang yamg kuat (mandibula),
3. Sepasang sungut besar (antenna),
4. Dua pasang sungut kecil (antennula),
5. Sepasang sirip kepala (scophocerit)
6. Sepasang alat pembantu rahang (maxiliped),
7. Lima pasang kaki jalan (periopode), serta
8. Bagian hepatopankreas yang terdiri dari jantung dan insang.

Pada bagian abdomen terdiri dari 6 ruas dan setiap ruasnya memiliki sepasang kaki renang (pleopode) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas (uropode) 4 lembar dan satu bagian runcing (telson) ditengah. Organ dalam berupa usus (intestine) yang bermuara pada anus yang yang terletak pada ujung ruas keenam.
Bagian luar badan diselimuti cangkang berupa zat khitin yang mengandung kalsium. Khitin merupakan homopolimer dari ß-1,4 N-setil-D-glukosamin. Khitin memiliki bentuk yang padat dan bersifat tidak larut dalam air atau pelarut organik biasa. Pada Crustaceae, khitin melekat pada suatu matriks dari CaCO3 dan fosfat.

Klasifikasi
Klasifikasi udang vannamei (Litipenaeus vannamei) berdasarkan Perez dan Kenzley (1997) dalam Roonback 2001 yaitu sebagai berikut :
Filum : Arthopoda
Subfilum : Mandibulata
Kelas : Crustacean
Subkelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Subordo : Natantia
Famili : Nenaeidae
Genus : Penaeus
Sub genus : Litopenaeus
Species : Litopenaeus vannamei
Proses Kemunduran Mutu Udang

Kemunduran mutu udang dimulai setelah udang mati dan terus berlangsung tanpa kontrol hingga udang terdekomposisi sempurna. Pola penurunan mutu udang secara umum tidak jauh berbeda, baik secara enzimatis, kimiawi, mikrobiologi serta deteorisasi. Pada suhu pantai yang tinggi (32,2°C-38,5°C) udang tambak setelah penyimpanan selama enam jam pasca panen sudah ditolak. Akan tetapi apabila dilakukan penganan suhu rendah misalnya dengan disimpan dalam es, maka mutu kesegaran dapat bertahan hingga beberapa hari.
Salah satu yang menyebabkan mutu udang rendah adalah timbulnya bercak hitam atau melanosis pada kulit yang biasa disebut dengan black spot. Black spot akan tetap timbul meskipun udang langsung didinginkan setelah dipanen. Umumnya bercak hitam akan timbul antara 2-4 hari setelah panen. Noda itu mulai berkembang dari bagian kepala lalu meluas ke membran kulit pada ruas-ruas tubuh hingga sirip ekor. Pada tingkat lanjut meluas ke bagian kaki dan akhirnya keseluruh bagian tubuh.
Udang yang bermutu baik akan memperlihatkan kenampakan yang segar, dengan warna dan bau yang khas sesuai spesifiknya. Namun setelah kenampakannya pucat dan lembek dengan bau yang tengik, udang sudah dikatakan busuk.
Adapun ciri-ciri organoleptik udang yang berkualitas tinggi atau masih segar adalah sebagai berikut:
1. Kulit: berwarna terang dan jernih serta cemerlang, utuh belum ada bagian yang patah atau lepas, belum mengalami perubahan warna, kulit masih melekat pada daging dengan kuat serta ambungan antar rua masih kokoh;
2. Mata: bulat, hitam, tampak terang dan bercahaya;
3. Daging: teksturnya kenyal (menandakan tahap rigor mortis masih berlangsung), daging dan bagian tubuh lain berbau segar spesifik jenis dan rasanya manis;
4. Bila ditaruh dalam air maka udang akan tenggelam;
5. Tidak terdapat bercak hitam (black spot);
Sedangkan udang yang telah mengalami pembusukan dapat diketahui ciri-ciri organoleptiknya sebagai berikut:
1. Kulit: berwarna merah kecoklatan, pucat dan berlendir banyak, kulit sudah terlihat kendur dan mudah terkelupas;
2. Mata: tampak suram, tenggelam, berwarna putih serta tidak bercahaya;
3. Daging: tekstur lunak dan lembek serta berbau busuk;
4. Warna: kemerah-merahan (diskolorasi) sebagai tanda telah mengalami oksidasi;
5. Terdapat bercak-bercak warna pada kulit/karapaks disebabkan oleh black spot (BS);
6. Bila ditaruh dalam air maka mengapung pada permukaan.
Kemunduran mutu daging udang dapat disebabkan oleh faktor kimiawi dan mikrobiologis. Di sisi lain, faktor fisik juga sangat mempengaruhi terhadap laju kemunduran mutu udang, seperti benturan, tekanan, dan goresan. Udang yang terlalu banyak mengalami kontak atau benturan fisik akan lebih cepat mengalami kebusukan.

Cepat atau lambatnya proses kemunduran mutu hasil perikanan sangat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Jenis komoditi
Cepat lambatnya proses kemunduran mutu hasil perikanan akan sangat bergantung pada jenis komoditi hasil perikanannya, sebagai contoh udang akan lebih cepat mengalami kemunduran mutu dibandingkan dengan ikan;
2. Kandungan Glikogen
Besar kecilnya kandungan glikogen pada saat mati akan berpengaruh terhadap lamanya proses rigor mortis berlangsung. Semakin banyak kandungan glikogen, maka proses rigor semakin lama dan kemunduran mutu membutuhkan waktu yang lebih lama pula.
3. Ukuran Tubuh
Semakin besar ukuran tubuh ikan, maka semakin lama proses kemunduran nutunya. Hal ini erat hubungannya dengan rentang waktu penetrasi bakteri dari permukaan kulit untuk sampai pada pusat tubuh.
4. Kondisi saat kematian
Ikan yang mati dengan banyak menggelepar maka semakin banyak akumulasi asam laktat dalam daging. Banyaknya kandungan aasm laktat ini mengkondisikan daging cepat asam sehingga mempercepat kerja enzim metabolisme.
5. Habitat
Habitat ikan mempengaruhi jumlah kandungan mikroba yang terdapat di permukaan tubuhnya. Ikan demersal memiliki kandungan bakteri lebih banyak dibandingkan dengan ikan-ikan pelagic.dengan begitu, ikan demersal akan lebih cepat mengalami kemunduran mutu.
Udang yang tidak diberi penanganan pendinginan setelah ditangkap dalam beberapa jam saja sudah menunjukkan tanda-tanda kemunduran mutu. Diawali dengan peristiwa rigor lalu dilanjutkan proses autolysis, kemudian akan diteruskan oleh proses bakteriologis sebagai tahapan terakhir. Tahapan kemunduran mutu udang terjadi secara enzimatis, kimiawi dan juga mikrobiologi. Adapun proses kemunduran mutunya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1 Kemunduran mutu secara Enzimatis dan Kimiawi
Perubahan yang paling mendasar setelah udang mati yaitu laju metabolisme yang tidak terkontrol dan bersifat merusak yang terjadi secara terus menerus. Reaksi metabolisme ini terus merombak senyawa-senyawa kimia kompleks dalam daging udang menjadi senyawa-senyawa kimia yang lebih sederhana sehingga dapat dengan mudah dimanfaatkan bakteri sebagai substrat untuk kebutuhan tumbuh kembangnya.
Pada mulanya, setelah ikan mati terjadi reaksi metabolisme dalam daging sehingga terkumpul asam laktat dalam jaringan yang mengkondisikan turunnya pH daging. Penurunan ini dapat mencapai 0,8 sampai 1,2 dari pH normal daging udang tergantung dari kandungan awal glikogen . Pada umumnya pH daging udang pada saat masih hidup adalah ± 7,0. Penurunan pH mengaktifkan enzim ATPase dan keratin fosfokinase untuk memecah ATP dan kretin fosfat. Setelah itu, terjadi penggabungan protein aktin dan miosin sehingga daging mengalami kekakuan (rigor). Ketika tahap post rigor selesai akan diikuti tahap autolysis yang menguraikan senyawa kompleks mwnjadi senyawa-senyawa sederhana, kemudian terjadi penetrasi bakteri akibat dari susunan jaringan yang sudah tidak kompak lagi. Degradasi senyawa kompleks pada akhirnya akan menghasilkan hasil metabolit berupa senyawa-senyawa yang berbau busuk. Kerusakan-kerusakan yang terjadi dapat dilihat dalam uraian berikut:
a. Degradasi Protein
Beberapa fraksi protein udang mengalami perubahan dari keadaan alami (nature) menjadi tidak alami (denature). Protein terurai oleh enzim proteinase menjadi senyawa-senyawa volatil seperti trimetilamin (TMA). Penguraaian lebih lanjut akan dihasilkan senyawa-senyawa yang bebau tidak sedap, misalnya amoniak, putresin, isobutilamin, isoamilamin dan kadaverin.
b. Oksidasi Lemak
Winarno (1993) menyatakan bahwa berdasarkan kandungan lemaknya, udang termasuk ke dalam ikan dengan kandungan lemak sedang (2 – 5 %) seperti halnya ikan mas, ikan lemuru, ikan salmon dan juga jenis kerang-kerangan. Penguraian lemak terjadi akibat kerja enzim lipolitik. Proses yang terjadi secara otolisa maupun karena kegiatan mikroba. Lemak akan teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehide dan keton-keton. Hasil oksidasi ini merupakan senyawa-senyawa berbau tengik dan rasa lekak. Selain itu mengakibatkan warna udang menjadi kemerah-merahan.
c. Penguraian Khitin
Khitin dapat dihidrolisis secara enzimatis oleh enzim khitinase, menghasilkan monomer ß-1,4 N-setil-D-glukosamin. Khitinase dapat dihasilkan oleh beberapa macam bakteri, aktinomisetes, jamur dan tumbuhan (Yurnaliza, 2002). Enzim tersebut mengubah khitin menjadi senyawa yang lebih sederhana yakni khitosan. Setelah itu, kitosan diurai kembali menjadi unsur-unsur karbon dan nitrogen. Genus aktinomisetes yang dapat memanfaatkan khitin sebagai sumber karbon dan nitrogennya yaitu : Streptomyces, Nocardia, Streptosporangium, Micromonospora dan Actinoplanes (Alexander, 1977).
d. Racun Histamine
Histamin di dalam daging diproduksi oleh hasil karya enzim yang menyebabkan pemecahan histidin yaitu enzim histidine dekarboksilase. Melalui proses dekarboksilasi (pemotongan gugus karboksil) dihasilkan histamin. Kandungan histamine inilah yang pada sebagian orang tidak dapat dinetralisir sehingga mengakibatkan keracunan. Histamin dapat terakumulasi didalam daging ikan karena adanya kesalahan penanganan bahan baku sebelum dan sesudah pembekuan. Salah satu enzim yang masih terdapat sebelum pembekuan pada ikan, Hal ini dapat meneruskan pembentukan histamin di dalam daging ikan tanpa memperhatikan sel bakteri yang injury selama penyimpanan beku (Baranowski et al, 985; FDA 1998 dalam Kim et al, 2002).
e. Black Spot
Black spot yaitu noda atau bercak-bercak hitam pada kulit udang yang terjadi beberapa jam setelah kematian. Black spot sangat dipengaruhi oleh adanya radiasi sinar matahari terhadap kulit udang. Biasanya terjadi pada saat panen berlangsung. Pada manusia, radiasi sinar Ultraviolet akan mempengaruhi enzim tyrosine untuk memproduksi melanin dalam jumlah yang besar sehingga akan timbul bercak-bercak hitam yang mengakibatkan kulit menjadi lebih gelap. Sedangkan pada udang, proses melanosis ini berdampak lebih nyata. Bercak hitam biasanya akan timbul setelah beberapa jam saja pada udang yang tidak dilakukan pendinginan setelah panen. Noda ini mulai berkembang dari kepala lalu meluas ke membran kulit penghubung sirip tubuh, punggung hingga sirip ekor. Pada tingkat lanjut, meluas juga ke sirip dan kaki. Adanya black spot pada udang sangat dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi substrat tyrosine pada kulit chitin udang, oksigen molekuler, dan enzim Tyrosynase. Enzim oksidatif tyrosine akan diubah menjadi melanin berearna hitam yang menutupi hampir seluruh permukaan kulit.

2 Kemunduran mutu secara mikrobiologis
Proses mikrobiologi sangat erat hubungunnya dengan proses kimiawi, keduanya berjalan hampir bersamaan dan saling mempengaruhi proses pembusukan daging udang. Aktivitas mikrobiologi ini mengakibatkan terjadinya penguraian beberapa senyawa dalam daging, diantaranya:
 Pembentukan basa nitrogen seperti TMA (trimetilamin) dan amoniak yang berasal dari trimetilamin oksidae (TMAO);
 Penguraian senyawa nitrogen lain seperti dekarboksilasi histidin menjadi histamin;
 Penguraian senyawa lemak oleh bakteri, walaupun dalam tempo lambat. Hidrolisa dari triserida dan oksidasi lemak menghasilkan peroksida, aldehid, keton, dan asam lemak yang lebih rendah menghasilkan rasa lekak dan ketengikan;
 Penguraian senyawa protein oleh bakteri akan menghasilkan senyawa-senyawa volatil yang menghasilkan bau busuk seperti belerang (H2S), Amoniak(NH3), putresin dan kadaverin.
Dari penguraian oleh bakteri ini yang paling berarti untuk menentukan tingkat kesegaran udang adalah amoniak (NH3) dan monoamino paling sederhana dan dikenal sebagai basa yang mudah menguap yakni metilamin, dimetilamin dan trimetilamin (senyawa belerang yang mudah menguap, yaitu H2S) dan senyawa siklik seperti alkohol, amino dan senyawa heterosiklik yang menghasilkan bau yang busuk.
Hal-hal yang Berhubungan dengan Kemunduran Mutu Udang
 Perilaku penanganan
Proses kemunduran mutu udang akan terpengaruhi oleh banyak faktor yang berbeda-beda. Faktor internal sangat menentukan sekali terhadap laju penurunan mutu akan tetapi faktor-faktor dari luar pun tidak boleh kita abaikan. Cara penanganan udang setelah ditangkap atau dipanen sangat menentukan pula terhadap pola penurunan. Cara penganganan yang kasar adanya tekanan (tergencet), akan menimbulkan memar ataupun luka pada daging. Kondisi ini akan mempercepat laju penetrasi bakteri apalagi ditambah pula dengan kondisi yang tidak saniter, bakteri akan cepat sekali mengkontaminasi daging.
 Proses Pendinginan dan Pembekuan
Menurut Hadiwiyoto (1993) pengolahan agar mempertahankan sifat segar ikan dengan suhu rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan hasil perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa dan atau karena pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya dapat menurun, terhambat bahkan terhenti. Suhu optimum dimana enzim dan mikroba mempunyai aktifitas yang paling baik biasanya terletak pada suhu di antara sedikit di bawah dan di atas suhu kamar.
Menurut Muchtadi (1997) setiap bahan pangan mempunyai suhu yang optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang lebih tinggi dari suhu optimum akan mempercepat terjadinya proses pembusukan. Suhu pendinginan berkisar antara 5°C sampai 10°C, sedangkan suhu pembekuan adalah -20°C sampai -80°C. Menyimpan bahan pangan pada suhu sekitar -20°C sampai -80°C diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan.
Selama proses pembekuan perubahan-demi perubahan yang mengindikasikan terjadinya proses kemunduran mutu pada udang dapat terjadi. Perubahan-perubahan tersebut meliputi perubahan sifat fisikawinya, perubahan sifat kimiawinya, dan perubahan sifat organoleptiknya.
Pendinginan tidak banyak merubah sifat fisikawi ikan, tetapi pada pembekuan ikan kan banyak mengalami perubahan karena terbentuknya kristal-kristal es di dalam jaringan daging. Ukuran kristal-kristal es yang terbentuk sangat bergantung pada kecepatan pembekuan. Semakin cepat proses pembekuan berlangsung, makin lembut ukuran kristal es yang terbentuk (Hadiwiyoto, 1993). Selama penyimpanan beku akan terjadi rekristalisasi, sehingga ukuran kristal-kristal es menjadi semakin besar sejalan dengan lamanya penyimpanan, lebih-lebih apabila suhu penyimpanan beku tidak tetap. Oleh karena itu yang terpenting adalah menjaga suhu penyimpanan agar supaya konstan.
Perubahan sifat kimiawi meliputi perubahan komponen-komponen pada daging udang termasuk keadaan pH dan perubahan kandungan airnya. Perubahan kimiawi yang terjadi misalnya perubahan protein. Pada pembekuan dengan terbentuknya kristal-kristal es berarti terjadi pengurangan kadar air pada produk. Ini menandakan bahwa terjadi denaturasi protein. Denaturasi terjadi karena meningkatnya kadar garam dalam cairan sel sebagai akibat terbentuknya kristal-kristal es selama pembekuan.
Selain protein juga akan terjadi perubahan lemak. Lemak pada udang akan mudah mengalami oksidasi, tergantung dari rendahnya suhu, lamanya pendinginan atau pembekuan, perlakuan pendahuluan yang dikerjakan pada udang, besarnya kandungan lemaknya, ada tidaknya penggunaan bahan pengawet dan antioksidan, maka macam dan besarnya oksidasi lemak akan berlainan. Tetapi oksodasi lemak dapat dihambat dengan dengan pelapisan es pada udang yang dibekukan dan pemberian anti oksidan, juga dapat dilakukan dengan pembekuan dalam keadaan hampa atau pembekuan di bawah kondisi gas nitrogen, namun kedua cara ini jarang dikerjakan karena biaya yang mahal. Pengepakan produk perikanan dengan bahan pengepak yang kedap air dan udara juga dapat menghambat oksidasi lemak.
Perubahan organoleptik yang terjadi dapat berupa terjadinya perubahan warna. Pada udang dan lobster sering terjadi noda-noda hitam yang disebut black spot. Noda-noda hitam ini timbul karena aktifitas enzim polifenolase yang masih aktif. Noda-noda hitam ini timbul pada membran-membran yang menghubungkan ruas-ruas badan atau kaki.

KEMUNDURAN MUTU
Pada dasarnya pengolahan udang di Food Processing, sangat kecil kemungkinan untuk mengalami proses kemunduran mutu. Hal itu disebabkan karena selama proses pengolahan sangat memperhatikan aspek sanitasi dan higieni pada produk yang diatur baik dalam SOP (Standart Operasional Procedure) maupun SSOP (Standart Sanitation Operasional Procedure) yang merupakan penerapan dari HACCP (Hazard Analisis Critical Control Point) yang menjadi standart operasional dalam suatu unit pengolahan bahan pangan. Dengan adanya penerapan dari HACCP tersebut maka suatu produk akan memiliki jaminan mutu sehingga aman untuk dikonsumsi.
Tetapi, adanya penanganan yang tidak sesuai dengan prinsip SOP maupun SSOP akan menyebabkan terjadinya proses kemunduran mutu udang. Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah ini akan terbatas pada penanganan-penanganan yang salah selama proses pengolahan yang dapat menyebabkan terjadinya proses kemunduran mutu pada udang.Satu hal yang paling mendasar yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan adalah bahwa rantai dingin harus senantiasa diperhatikan. Jika rantai dingin terputus selama proses pengolahan maka sangat besar kemungkinan produk akan mengalami kemunduran mutu Untuk proses kemunduran mutu pada setiap tahap proses pengolahan yaitu sebagai berikut:

A. Penurunan mutu di receiver
Udang yang diterima di receiver luar yang berasal dari WM maupun DCD ditempatkan dalam blong. Terkadang blong-blong tersebut pengesannya hanya di bagian atas saja, sehingga suhu udang tidak homogen antara bagian bawah, tengah dan atas. Suhu udang yang diatas terkadang kurang lebih 100 C. Jadi secara tidak langsung suhu udang yang di bawah pasti lebih dari 100C, karena adanya suhu yang tidak homogen tadi. Udang yang suhunya tinggi menyebabkan udang cepat mengalami kemunduran mutu akibat adanya aktivititas baik kikroba maupun enzim. Pada tahap ini udang masih dalam tahap prerigor. Udang-udang dalam blong tersebut masih dalam kondisi segar,kenyal,dan sebagainya.
Tetapi, perlu diperhatikan bahwa udang yang bermasalah juga akhirnya mutuhnya menjadi turrun. Pada receiver dalam dilakukan pengecekan grade, yaitu pemisahan udang berdasarkan standar first quality, second quality, dan below standar.Udang yang termasuk first quality masih tergolong kedalam udang yang belum memasuki tahap rigor mortis. Karena teksturnya masih kenyal, warnanya belum berubah. Cerah dan cemerlang kulit tetap melekat kuat pada daging, masih segar baunya tidak tercampur dengan bau lainya. Untuk udang masih masuk kategori second quality (SQ) sebenarnya hampir sama dengan FQ tetapi ada spesifikasi tertentu yang menyebabkan udang tersebut tergolong SQ. Adapun untuk yang Below Standart (BS) sudah memasuki tahap rigor mortis karena warnanya sudah kusam, teksturnya lembek, dan sudah berbau ammonia. Jadi pada receiver udang bisa saja mengalami proses kemunduran mutu yang banyak sedikitnya dipengaruhi oleh penanganan selama panen.

B. Penurunan Mutu Selama di Deheading
Udang dari receiver akan didistribusikan ke deheading area untuk udang dijadikan produk peel atau Head Less (HL). Pada udang HL, dalam pemotongan kepala yang perlu diperhatikan adalah teknik potong kepala itu sendiri agar recovery yang ditetapkan dapat dicapai yaitu sekitar 68-69 %. Jadi, genjer yang tersisa akan mempengaruhi recovery udang HL, selain itu juga akan mempengaruhi kemunduran mutu udang. Artinya genjer dapat menjadi tempat perkembangbiakan bakteri. Satu hal lagi yang sangat perlu diperhatikan yaitu mengenai penggunaan es selama proses pengolahan. Udang sama sekali tidak boleh terpisah dengan es. Rantai dingin tidak boleh terputus agar suhu udang tetap terpelihara di bawah 50C.
Untuk produk peel, titik critisnya yaitu pada cungkil usus. Udang harus dipastikan bahwa usus yang tersisa adalah hanya pada batas ekor saja. Dengan tersisanya usus yang melebihi batas ketentuan, selain mempengaruhi recovery produk peel juga akan mempengaruhi perkembangbiakan bakteri, karena usus merupakan tempat yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Banyaknya bakteri yang berkembangbiak pada usus menyebabkan udang akan cepat memasuki tahap rigor.
Perlu diperhatikan bahwa raw material yang jatuh ke lantai harus memperhatikan SSOP, karena jika tidak memperhatikan SSOP yang telah ditentukan maka udang akan cepat mengalami kemunduran mutu. Adapun SSOP untuk udang yang jatuh ke lantai adalah kumpulkan udang tersebut kemudian cuci dengan air chlorine, selanjutnya rendam pada tanggok yang juga berisi air chlorine. Jadi pada prinsipnya udang yang jatuh ke lantai tidak boleh dicampur dengan udang yang masih saniter (tidak jatuh), karena udang yang sudah mengenai lantai pasti cross contamination yang terjadi juga lebih besar karena lantai merupakan sumber kontaminan yang cukup besar pada suatu unit pengolahan.

C. Penurunan Mutu Selama di Koreksi
Setelah udang dari ruang deheading, maka akan didistribusikan ke ruang koreksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam koreksi ini adalah udang yang sedang atau telah dikorect.harus senantiasa dicampr dengan es. Begitupun udang yang akan dijadikan produk convensional yang berupa HL dan Peeled maaupun produk VAP yang berupa V3, IQF, Ez peel. Tetapi ada perbedaan perlakuan antara produk peel demgam produk V3 pada saat dikupas dan buang usus, yaitu untuk produk peel pada tanggok ditambahkan es sehingga ada pancampuran antara udang dengan es, begitu suhu udang < 5 o C akan tetap terjaga. Adapun untuk produk V3, karena treadmentnya adalah perendaman pada garam untuk menambah nilai produk tersebut, Sehingga pada saat kupasan dan cungkil usus udang yang ditanggok tidak diberi es. Melainkan es hanya ditempatkan di bawah tanggok. Hal ini, dilakukan untuk mencegah hilangnya atau larutnya garam dalam jumlah besar dengan adanya es, sehingga produk kemungkinan besar kehilangan spesifikasinya sebagai produk V3.
Pada saat untuk produk yang akan dijadikan peel, PDTO, PTO harus memperhatikan cara kupasan yang benar, jadi cara kupasan yang yang benar untuk mencapai recovery produk peel yaitu daging ekor tidak boleh patah atau ikut pada kulit karena akan mengurangi recoverinya. jika ekornya patah berarti udang tersebut sudah mengalami kemunduran mutu, ditinjau secara fisik, yang nantinya akan berpengaruhi pada nilai jual udang tersebut. Perlu diperhatikan juga bahwa jangan menumpuk udang dengan tenggok di meja koreksi lebih dari 5 tumpukan, hal itu akan memberikan tekannan pada udang sehingga udang yang berada diposisi bawah, kemungkinan akan tergencet sehingga menyebabkan terjadinya mutu secara fisik.

D. Kemunduran Mutu Selama Proses Pembekuan
Kemunduran mutu dapat terjadi selama proses pembekuan baik dalam CPF maupun IQF. Udang-udang yang dijadikan sebagai produk CQF, maka akan disusun terlebih dahulu dalam lonpan, sesuai dengan aturan penyusunan masing-masing size. Yaitu size 26-30 maka disusun dari bawah sampai atas,jika untuk size 31-40,41-50,51-60,61-70,bawah susun dan pada bagian atasnya tabor. Sedangkan untuk size 71-90 yakni ditabur semua dari bawah sampai atas. Setelah penyusunan selesai maka udang dalam lonpan ditambahkan air yang berfungsi sebagai media pembekuan udang dalam CPF nanti, karena jika tidak ada maka udang tersebut akan mengalami dehidrasi.
Selama proses pembekuan akan terjadi perubahan-perubahan pada ikan meliputi perubahan fisik, kimiawi maupun organoleptiknya. Perubahan sifat fisikawi terjadi karena terbentuknya kristal-kristal es didalam jaringan daging ikan. Karena pembekuan pada CPF maupun IQF termasuk pembekuan cepat, maka akan terjadi pembentukkan kristal-kristal es ekstraseluler (dalam ruang antar sel) dan intraseluler (dalam sel). Pada pembekuan cepat kristal-kristal es kelihatan lebih banyak dan berukuran kecil. Makin cepat proses pembekuan berlangsung (makin cepat waktu untuk mencapai suhu kritis pembekuan), makin lambut ukuran kristal es yang terbentuk.
Selama pembekuan menyebabkan perubahan struktur dan daging udang. Hal ini erat kaitanya dengan kerusakan sel daging, terutama sarkolemanya. Selain sarkolema yanng rusak juga mitokrondia dan inti sel juga akan rusak. Kerusakan udang disebabkan karena daging udang kehilangan daya mengikat airnya, sehingga setelah udang beku dilelehkan (proses thawing) cairan daging udang yang keluar lebih banyak.
Ketegaran (firmness) daging udang selama pembekuan akan mengalami perubahan yaitu menjadi kurang tegar. Ketegaran erat kaitannya dengan banyaknya cairan daging udang yang dapat dikeluarkan makin tegar daging udang, maka makin banyak cairan yang dapat dikeluarkan. Tapi perlu dicatat bahwa makin banyak cairan daging udang yang dikeluarkan belum tentu daging udang semakin tegar. Kerusakan jaringan daging udang dapat menyebabkan cairan daging udang dapat dikeluarkan dengan pengepresan dalam jumlah yang banyak.
Untuk perubahan kimiawi sendiri, perubahan yang dapat terjadi yaitu perubahan pada protein sarkoplasma, perubahan lemak, perubahan enzim dan perubahan PH daging udang. Perubahan lain yang terjadi selama selama pembekuan yaitu perubahan kandungan air pada daging udang. Selama pembekuan, kadar air selama pembekuan pada CPF dan IQF lebih sedikit soalnya adanya glazing setelah proses pembekuan dengan waktu kurang lebih 2 menit, karena dengan pelapisan es atau membekunya udang dalam balok-balok es akan dapat mencegah kehilangan dari daging udang selama pembekuan. Penurunan kadar air tersebut disebabkan karena 2 hal yaitu adanya peristiwa desikasi atau penguapan air pada suhu rendah dan adanya peristiwa drip(penetesan) cairan sel selama proses pelelehan. udang yang dilapisi es, pengurangan kandungan airnya sedikit disebabkan oleh peristiwa desikasi dari jaringan daging udang tak dapat berlangsung sebelum lapisan es yang ada pada pembekuan tubuh udang menguap atau mencair semua.
Udang yang dibekukan dalam CPF maupun IQF juga dapat mengalami perubahan warna. Perubahan warna tersebut akan terjadi meskipun tidak secepat jika hasil perikanan tidak dibekukan. Perubahan warna banyak disebabkan oleh perubahan zat warna darah dan zat warna lainnya. Hemoglobin dan mioglobin yang mula-mula berwarna merah cerah akan berubah menjadi merah kecoklatan atau coklat karena terbentuknya methemoglobin atau metmioglobin. Udang yang dibekukan juga dapat berubah warna menjadi kuning pucat karena terjadinya oto-oksidasi. Demikian pada astaxantin yang warnanya kemerah-merahan akan berubah menjadi kuning, selain itu juga sering timbul noda-noda hitam yang disebut dengan “black spot”. Noda-noda hitam ini timbul karena aktifitas enzim polifenolase yang masih aktif. Noda-noda hitam ini timbul pada membrane-membran yang menghubungkan ruas-ruas badan atau kaki.
Jadi lamanya pembekuan akan sangat berpengaruh terhadap mutu udang, pengglazingan yang dilakukan setelah proses pembekuan tidak boleh terlalu lama. Karena akan menyebabkan cairan yang keluar terlalu banyak sehingga mutu dari udang tersebut akan turun.

E. Kemunduran Mutu Selama Packing
Packing dimaksudkan untuk menjaga produk agar terhindar dari berbagai jenis kontaminasi, baik kontaminasi langsung maupun kontaminasi silang. Selain itu dengan dilakukannya packing maka product akan memiliki daya simpan yang lama sehingga dalam jangka waktu tertentu masih bisa dikonsumsi dengan layak dan tidak membahayakan konsumen.
Tetapi tidak menutup kemungkinan selama proses packing akan terjadi penanganan yang salah sehingga tujuan dari packing itu sendiri tidak dapat tercapai. Penanganan yang salah sering terjadi misalnya dalam pemilihan polybag maupun inert carton atau master carton. Terkadang polybag yang digunakan sudah bocor akibat dari perlakuan setelah proses pembekuan. Hal itu akan memicu udara untuk masuk ke dalam polybag sehingga akan terjadi reaksi antara udara dengan produk yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya proses oksidasi pada produk. Adanya proses oksidasi yang terjadi akan mengakibatkan produk menjadi tengik atau akan mengalami perubahan warna. Perubahan warna tersebut merupakan salah satu indikator terjadinya proses kemunduran mutu pada udang.
Pada proses packing, produk akan dilewatkan pada sebuah metal detector yang berfungsi untuk mengecek apakah produk mengandung unsur-unsur logam ataupun benda –benda asing lainnya. Karena kandungan logam yang sedikit saja dalam produk akan membuat produk menjadi tidak layak ekspor atau akan dihold.

F. Kemunduran Mutu Selama Penyimpanan di Cold Room
Setelah produk dipacking maka produk disimpan pada cold room sebagai tempat penyimpanan sementara sebelum produk diekspor. Penyimpanan yang tidak memenuhi kriteria penyimpanan dapat mengakibatkan terjadinya proses kemunduran mutu pada produk.
Produk dalam cold room disusun di atas pallet dengan tinggi susunan maksimal 5 tingkat. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penekanan yang tinggi terhadap produk yang berada pada bagian bawah. Adapun tujuan dari peletakan produk (MC) di atas pallet yaitu agar produk tidak bersentuhan langsung dengan lantai, karena lantai merupakan sumber kontaminasi yang besar. Selain itu juga untuk mencegah agar produk tidak basah akibat dari kondensasi yang ditimbulkan dari cold room itu sendiri.
Pengaturan suhu dalam cold room sangat perlu diperhatikan mengingat bahwa produk harus senantiasa dikondisikan dengan suhu pembekuan. Perbedaan suhu antara waktu pembekuan dengan suhu pada waktu penyimpanan akan menyebabkan perubahan mutu pada udang beku. Jika suhu ruang penyimpanan lebih tinggi daripada suhu pada saat pembekuan, maka akan terjadi pelelehan sebagian air yang sudah membeku. Hal ini akan mengakibatkan daya tahan penyimpanan (self life) udang beku akan berkurang. Jika suhu ruang penyimpan dingin lebih rendah daripada suhu pada saat pembekuan, hal ini secara ekonomis tidak menguntungkan suhu yang tidak tetap, selalu terjadi kenaikan dan penurunan (fluktuasi), juga bukan merupakan kondisi yang baik untuk ruang penyimpan dingin.

G. Analisa Angka Peroksida
a.Ruang lingkup.
Metode ini dapat diterapkan pada semua lemak dan minyak, termasuk minyak ikan dan minyak ekstrasi dari ikan. Merupakan indicator ketengikan.
b.Prinsip metode
1. Angka peroksida dari minyak didefinisikan sebagai jumlah miliekivalen peroksida per kilogram minyak yang menunjukan banyaknya oksigen yang terikat pada ikatan rangkap asam lemak tak jenuh yang terdapat dalam minyak.
2. Contoh lemak pada bahan mentah ikan dipisahkan dengan melumatkan dan mensentrifugasikan atau bila perlh diekstrasi dengan campuran chlorofom dan methanol (ekstrasi tipe blight dan dyer). Minyak/lemak dilarutkan dalam klorofom / asam lemak glacial (1+2) kalium iodide ditambahkan dalam larutan agar bereaksi. Dengan oksigen terikat. Iodine yang dibebaskan dititrasikan dengan Na thio.
3. Degradasi oksidatif dari asam lemak tak jenuh yang terdapaat dalam lipida-lipida akan membentuk produk yang mudah menguap dan berbau tengik sehingga merusak aroma.
4. Angka peroksida akan menunjukan kenaikan selama tahap proses penyimpanan (disebut periode induksi) kenaikan dapat bervariasi. Tergantung jenis minyak atau lemaknya, suhu, penyimpanan dan lainnya. Minyak-minyak segar biasanya mempunyai angka peroksida dibawah 10 mg eq/kg. tetapi umumnya kurang dari 3 mg eq/kg. angka peroksida sekitar 10 – 20 disebut tengik.
c. Gangguan-gangguan
Perlakuan panas, seperti yang terjadi pada proses pengalengan merusak kegunaan uji angka peroksida sebagai penunjuk tingkat ketengikan pada proses oksidasi.
Angka peroksida dapat dipengaruhi oleh pelarut yang dipakai untuk ekstrasi. Besar kemungklinan s\disebabkan terjadinya koekstraktif, yang mana akan mengakibatkan angka base line yang lebih tinggi.

4 prosedur pengambilan contoh dan penyimpanannya.
1. Ambil contoh yang mewakili dari lot, simpan sedemikian hingga integritas contoh terpelihara, misalkan menjaga contoh tetap dalam keaadaan beku dalam container yang kedaop udara, sebelum dianalisa.
2. Ketengikan karena oksidasi akan dipercepat karena adanya panas dan sinar adanya kandungan air, dan adanya logam-logam ikutan ( trace) seperti tembaga, nikel, dan besi. Zat besi yang terikat dalam butir-butir darah merah akan mengkatalisa degradasi dari luipida-lipida. Oleh karena itu, penyimpanan contoh sebelum dianalis amerupakan titik kritis yang harus diperhatikan.
d. Penyiapan contoh
1. Untuk minyak ikan, campur contoh sampai rata, lakukan seperti posedur 8.2
2. Untuk bahan mentah ikan segar atau yang sudah dithawing, hancurkan beberapa x sampai campuran homogen. T4kan homogenatnya kedalam wadah yang bersih. Cawan plastic, atau botol tertutup rapat. Pisahkan minyak seperti prosedur 8.1.a atau jika perlu lemak diekstraksi seperti langkah 8.1.b dan langsung dianalisa.
e. Reagensia
1. Asam asetat Glasial
2. Klrooform
3. Metanol
4. KI Jenuh yaitu: larutkan 29 gr KI dalam 15 ml aquadest
5. Campuran pelarut: 1 bag Koroform+ 2 bag Asam Asetat Glasial
6. Na2S2O3.5H2O (Na THiosulfat)
a) Lar. Na Tio 0,1N: larutkan 24,82 gr Na2S2O3 anhydrous dan standarkan denagn kalium kromat
b) Larutan NAthio 0,002N : encerkan 20ml Na Thio 0,1N menjadi 1lt
7. Amilum, campur 2,5 gr tepung kanji dalam 500ml Aquadest, didihkan selama 5mnt dan dinginkan, tambahkan 5ml asam asetat glacial
f. Prosedure
Memisahkan minyak dari bahan mentah
1. Ikan yang berlemak: letakkan kurang lebih 35 gr conth masing2 di 2 tabung sentrifugasi 50ml. sentrifugasikan pada 1000 rpm selama 5 mnt. Juika jml minyak ikan sedikit, gabungkan cairn/minyak dari masing2 tabumg dan sentrifugasikan lagi. Ambil minyaknya dengan pipet Pasteur, tetapkan angkan peroksidanya.
2. Ikan berkadar lemak rendah: menggunakan cara ekstrasi. Ukur kadar air yang tedapat dalm contoh mealui pengeringan 5gr contoh dalam oven pada suhu 100oC semalaman, atau 3jam pada 110oC. Timbang teliti 100gr contoh masukkan ke dalam blender jar, usahakan kadar air dalam 80gr contoh kira2 1%. Tambahnkan 100ml kloroform dan 200ml methanol, homogenkan 2mnt +100ml kloroform, homogen lagi 30dtk+100ml aquades,homogenkan30dtk, saring dg kertas saring Whatman no.1 atau Coors no.3 Butchner Funnel. Kembalikan residu dan kertas saring ke dalam blender jar, blend lagi 1mnt dg 100ml kloroform. Saring ladi melalui Butchner Funnel dan bilas blenderjar dan rsidu dengan 50ml kloroform. Pindahkan semua filtrate ke dalam gelas ukur 1000ml dan sesudah kedua fase terpisah sempurna, buang lapisan methanol-air (lpsn atas) scrara hati2. usahakan semua lapisan methanol air dapat terpisah dengan hanya mengorbankan sedikit saja lapisan kloroform. Pindahkan ekstrak kloroform yang berisi kira2 1 gr lipid ke dalam labu RB 125 ml, pakai sambungan ge;las 24/40 dan uapkan hihngga kering dengn rotary flash evaporator. Timbang labu+lipida dan hitung berat lipida dengan pengurangan.
Menghitung angka peroksida.
Timbang kira-kira 1 gram minyak dalm corong pemisah 125 ml, + 50 ml pelarut campuran, kocok kuat2. tambahkan 1 ml KI jenuh, dan letakan dit4 gelap selama 3 ‘ tambahkan 50 ml aquades, dan 5 ml indicator amilum. Titrasi amilum untuk blank

PERHITUNGAN
Miliekivalen peroksida = Vol(ml) 0,002 N NaThio – Vol (ml) titrasi blank
per kg minyak Berat gram minyak terpakai

CATATAN
1. Jangan memakai penghancur daging/blender utuk menyiapkan contoh yang akan dianalisa. Minyak yang terdapat dalam contoh akan teremulsi dan tidak akan terpisah dengan senteifugasi
2. Penggilingan dengan sentrifugasi tidak bias memisahkan minyak dari ikan herring segar,
3. Analisa dilakukan selama 1-2jam.

Sabtu, 09 Mei 2015

Keutamaan berwudhu

Bismillah

Berwudhu bagi seorang muslim sesungguhnya memilliki banyak keutamaan, sebgaiamana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.
Beberapa diantara keutamaan wudhu itu adalah :

1.Bersuci merupakan sebagian dari iman
Muslim meriwayatkan dari Abu Malik Al-Arasy radiallahuanhu berkata : "Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : "Bersuci adalah sebagian dari iman".
(HR. Muslim)


2.Orang yang berwudhu akan mendapatkan wajah yang bercahaya di akhirat kelak, sehingga Rasulullah SAW akan meneganali mereka sebagai umatnya.
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Rahimahullah, ia berkata : Aku pernah mendengar kekasihku SAW bersabda : ˜Kemilau cahaya seorang mukmin (kelak pada hari kiamat) sesuai dengan batas basuhan wudhunya.

Dari Abu Hurairah radiallahuanhu, ia berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda :Sungguh umatku kelak akan datang pada hari kiamat dalam keadaan (muka dankedua tangannya) kemilau bercahaya karena bekas wudhu. Karenanya, barangsiapa dari kalian yang mampu memperbanyak kemilau cahayanya, hendaklah dia melakukannya (dengan memperlebar basuhan wudhunya)
(HR. Bukhari Muslim) 


3.Menggugurkan dosa-dosa kecil serta meninggikan derajat.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : "Maukah kalian aku beritahukan tentang sesuatu yang dengannya Allah akanmenghapuskan dosa-dosa kalian dan meninggikan derajat kalian? "
Para sahabat menjawab : Mau, ya Rasulullah. Kemudian beliau pun berkata : Yaitu dengan menyempurnakan wudhu dari hal-hal yang bersifat makruh, banyak melangkah menuju masjid dan menunggu waktu shalat setelah shalat (tahiyatul masjid). Yang demikian itu adalah ikatan (perjanjian). (HR.Muslim)

Muslim meriwayatkan dari Utsman radiallahuanhu, Rasulullah SAW bersabda : "Barangsiapa wudhu secara sempurna, maka dosa-dosanya akan gugur dari jasadnya hingga keluar juga dari bawah kukunya".

4.Menghapuskan kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh jasad.
Dari Abudllah Ash-Shanaji radiallahuanhu, Nabi SAW bersabda : "Apabila seorang hamba berwudhu, lalu berkumur, maka dikeluarkanlah (dihapuskan) kesalahan-kesalahan itu dari mulutnya. Apabila ia memasukkan air ke rongga hidung, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari hidungnya.
Apabila ia membasuh wajahnya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan yang pernah ia perbuat dengan wajahnya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi keluar dari bawah tempat tumbuhnya rambut dari kedua matanya. Apabila ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kedua tangannya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi dari bawah (celah) kukunya. Apabila ia mengusap kepalanya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan itu dari kepalanya, sehingga kesalahan-kesalahan itu keluar dari kedua telinganya. Apabila membasuh kedua kakinya, maka keluarlah kesalahan-kesalahan tersebut dari kedua kakinya, sehingga kesalahan-kesalahan yang pernah terjadi dari bawah kuku-kuku kedua kakinya. Kemudian perjalanannya ke masjid dan shalatnya merupakan nilai ibadah tersendiri baginya" (HR. Imam Malik, An-Nasaai, Ibnu Majah dan Al-Hakim)".


5.Merupakan amal yang mendorong dibukanya pintu syurga bagi yang mengamalkannya.
Dari Umar radiallahuanhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : "Tidaklah seseorang dari kalian berwudhu secara sempurna, lalu mengucapkan : Asy-hadu allaa ilaha illallooh wahduu laa syarika lah wa asy-hadu anna MuHammadan Abduhu wa rosuuluh (Aku bersaksi bahwa tiada ilah, kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Nya ) melainkan kelak akan dibukakan untuknya 8 pintu syurga yang kepadanya dipersilakan untuk masuk melalui pintu mana saja yang ia sukai".

Dari berbagai keutamaan yang telah diuraikan di atas perlu digarisbawahi bahwa keutamaan tersebut hanya dimiliki oleh wudhu yang telah sempurna. Kesempurnaan wudhu ini tentu saja dikembalikan kepada syarat ibadah secara mutlak yakni ikhlas karena Allah dan ittiba (mengikuti contoh dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam), sebagaimana sabda beliau dalam sebuah riwayat :

Muslim meriwayatkan dari Utsman radiallahuanhu, ia berkata : “Aku pernah melihat Rasulullah berwudhu seperti wudhuku ini, lalu beliau bersabda : "Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, niscaya dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni, sementara shalat sunnahnya dan perjalanan menuju masjid menjadi penyempurna bagi dihapuskannya dosa-dosanya".

Karena itu hendaknya seorang mukmin senantiasa menjaga kesempurnaan wudhunya. Wallahualam Bishowab. Semoga bemanfaat

cara penanganan kerang yang baik



Ciri – ciri kerang segar
  • Saat membeli kerang kupas yang segar, pastikan mempunyai cirri-ciri warna daging putih agak kekuningan atau berwarna sedikit oranye serta dagingnya masih utuh, kenyal dan baunya segar.
  • Bila membeli kerang bercangkang yang masih segar, cirinya adalah baunya tidak busuk, tidak berlendir, kulit cangkangnya masih dalam kondisi terkatup. Dan bila cangkangnya dibuka, daging kerang masih menempel kuat pada cangkang serta dagingnya kenyal, tidak lembek serta masih utuh atau tidak terkoyak.
  • Bersihkan kerang dengan cara menyikat kulit kerang hingga lumpur dan kotoran yang melekat hilang. Kemudian bilas dengan air mengalir hingga bersih.
  • Jika ingin menyimpan kerang, sebaiknya bungkus kerang dalam plastik atau wadah bertutup rapat. Simpan dalam lemari pendingin (freezer). Dengan cara ini, kerang akan bertahan selama 2 minggu hingga 1 bulan. Dan jangan rendam kerang dengan air, karena dengan cara ini akan membuat kerang cepat busuk.
  • Masak kerang hingga cangkangnya terbuka. Kerang segar akan segera terbuka dari cangkangnya saat dimasak. Buang kerang yang tetap menutup.
  • Untuk mengurangi bau amis pada kerang, gunakan bumbu-bumbu beraroma tajam misalnya lengkuas, daun jeruk, serai, daun kemangi, jahe dan lainnya saat memasak.
  • Setelah kerang dimasak, sebaiknya segera makan dan habiskan. Jangan dipanaskan ulang untuk mencegah risiko keracunan./dbs


  • Cangkang harus tidak cacat
Cangkang kerang digunakan untuk melindungi bagian dalam tubuh kerang yang lunak. Jika cangkang dalam kondisi pecah atau retak, maka sebaiknya jangan dimasak. Cangkang yang retak memungkinkan kuman serta bakteri masuk ke dalam dagingnya. Ini berarti kerang sudah tak layak makan.
  • Cangkang dalam keadaan mengatup
Sebaiknya pilih cangkang kerang yang tertutup rapat. Ini menandakan kerang masih hidup dan bereaksi melindungi dirinya. Jika sedikit terbuka, coba sentuh dan lihat reaksinya. Apakah ia menutup atau diam saja. Jika menutup berarti kerang masih sehat.
  • Aroma segar
Cium aroma yang menguar dari kerang. Jika masih segar dan berbau laut, maka kerang sehat dimakan. Namun jika baunya pesing atau busuk, maka jangan konsumsi kerang itu.
  • Masak
Memasak kerang sebaiknya dengan cara direbus atau ditumis. Dengan cara ini Anda bisa perhatikan bagaimana reaksi kerang. Jika cangkangnya yang tadinya tertutup jadi membuka, berarti itu kerang sehat, tidak akan menimbulkan keracunan. Namun jika kerang masih tertutup saja, itu berarti ia sudah mati sejak sebelum dimasak
Bab 2
Kerang banyak digunakan di dapur Barat maupun Asia. Dagingnya lembut dan citarasanya lezat. Merupakan salah satu bahan pangan laut yang rendah lemak, rendah garam, tinggi protein dan kaya asam lemak omega-3. Agar hasil masakan kerang tidak mengecewakan, ada baiknya kita ikuti petunjuk berikut ini

  • Pilih kerang yang segar. Cirinya: baunya tidak busuk, tidak berlendir, dan kulit atau cangkangnya masih terkatup.
  • Sikat kulit kerang satu persatu sampai lumpur dan kotoran yang melekat hilang. Bilas dengan air mengalir sampai bersih.
  • Jika ingin menyimpan kerang segar, sebaiknya bungkus dalam plastik atau wadah bertutup rapat, lalu simpan dalam lemari pendingin (freezer). Dengan cara ini kerang tahan selama 2 minggu sampai 1 bulan.
  • Jangan sekali-kali menyimpan kerang dalam rendaman air. Kerang jadi cepat busuk.
  • Gunakan bumbu-bumbu beraroma tajam (misalnya: lengkuas, daun jeruk, serai, daun kemangi, jahe) saat memasak kerang. Tujuannya untuk mengurangi bau amis kerang.
Bab 3
Beberapa tips menyimpan kerang segar yang perlu diperhatikan adalah:
1.       Sebelum disimpan, sebaiknya kerang dibersihkan terlebih dulu di bawah air mengalir dengan cara menyikat cangkangnya dengan sikat lembut.
2.       Simpan kerang dalam wadah tertutup dengan keadaan cangkang dalam posisi horizontal. Hal ini dilakukan agar cairan kerang yang menjadi sumber cita rasa kerang tidak keluar sehingga kelezatannya tetap terjaga.
3.       Walaupun disimpan dalam wadah tertutup, sebaiknya wadah tidak ditutup terlalu rapat agar kerang tidak mati lemas.
4.       Bungkus wadah penyimpan kerang dengan tisu dapur atau kain lembab agar kerang tidak menjadi kering dan tetap sedap saat diolah. Tapi, usahakan untuk tidak menyimpan kerang di dalam air karena akan mudah busuk.

Bila disimpan dalam kulkas, kerang segar harus segera dimasak sebelum 3 hari. Tapi, bila disimpan di dalam freezer, kerang bisa bertahan hingga beberapa bulan.
Bab 4
Kerang
Belilah kerang hanya di pasar ikan terbaik. Pasar ikan yang baik adalah tempat di mana perputaran penjualan ikan begitu cepat sehingga Anda dapat yakin akan mendapatkan kerang, tiram maupun ikan yang segar. Anda mungkin masih bisa mendapatkan kerang mati, tapi rasionya jauh lebih rendah.
Seperti apakah kerang mati itu? Kerang yang dijual hidup harus dapat berinteraksi terhadap Anda. Tempatkan kerang di atas meja lalu mundur sejenak. Kemudian tekanlah cangkangnya : cangkang tersebut harus menutup lebih ketat dari sebelumnya. Agak sulit untuk melakukan hal ini dengan tiram, tapi kerang dan kepiting pasti akan bereaksi. Anda juga dapat mengenali kerang mati setelah memasaknya. Kerang yang mati tidak akan membuka setelah matang. Buanglah kerang yang seperti itu.

Jika berminat dapatkan kerang segar sustainable seafood di www.fishnblues.com

Selasa, 04 Januari 2011

proposal kerupuk rumput laut Eucheuma spinosum


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan Proposal ini penulis banyak mendapat arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.    H. Endang Suhaedy, A.Pi, MM, M.Si, selaku Direktur Akademi Perikanan Sidoarjo yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) II yang akan dilaksanakan.
2.    Bapak Ece Gofar Ismail A.Pi, MM,M.Si, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan yang telah merencanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) II dan memberikan pengarahan dan bimbingan.
3.    Lilis Supenti, A.Pi, S.Pi, MM, M.Si dan Endang Trowulan S.Pi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyusunan proposal ini.
            Penulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan dalam penyusunan proposal ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaannya.



I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Rumput laut menurut Poncomulyo (2006) merupakan salah satu sumber daya hayati yang memiliki hasil perikanan yang berpotensial tinggi pada bidang industri. Namun sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Dan kini rumput laut sedang gencar dikembangkan sebagai bahan pangan pokok di Indonesia. Karena selain faktor semakin sempitnya lahan pertanian, rumput laut sendiri memiliki rasa yang enak dan kaya akan serat serta bergizi tinggi. Jenis rumpur laut yang sudah diketahui dapat digunakan diberbagai industri sebagai sumber karaginan, agar – agar dan alganit. Rumput laut jenis Eucheuma dan Glacilaria merupakan penghasil yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan, minuman, farmasi, keramik, tekstil dan meskipun demikian sebagian besar rumput laut di ekspor ke luar negeri.
Pengolahan rumput laut menjadi bahan baku telah banyak dilakukan para petani, tetapi hanya sampai tingkat pengeringan. Hal ini disebabkan petani belum memiliki pengetahuan tentang pengolahan produk lainnya (agar-agar, alginat, atau karaginan). Untuk daerah pesisir, para petani rumput laut memanfaatkannya untuk diversifikasi menjadi bahan makanan kerupuk. Kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang memiliki daya jual yang menguntungkan bagi produsen.
Untuk mengetahui diversifikasi pengolahan rumput laut menjadi kerupuk maka  pada pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini penulis akan mempelajari proses pembuatan kerupuk rumput laut yang baik.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
            Maksud dari Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini adalah mempelajari dan memahami proses pembuatan kerupuk rumput laut, mulai dari penerimaan bahan baku hingga pemasaran.
1.2.2 Tujuan
            Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan serta keterampilan secara langsung pembuatan kerupuk rumput laut, bahan serta alat-alat yang digunakan pada proses pembuatan kerupuk rumput laut. 
II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Deskripsi Rumput Laut Eucheuma spinosum
2.1.1 Biologi Eucheuma Spinosum
            Identitas secara fisik Eucheuma Spinosum menurut Guntur dan Farchan (2008) yaitu Thallus silindris, permukaan licin, cartilagenous, warna coklat tua, hijau kuning atau merah ungu. Ciri khusus secara morfologis memilki duri yang tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang bervariasi sehingga membentuk ruas – ruas thallus diantara lingkaran duri. Percabangan berlawanan atau berselang – seling dan timbul teratur pada deretan duri antar ruas dan merupakan kepanjangan dari duri tersebut. Cabang dan duri ada juga yang tumbuh pada ruas thallus tetapi agak pendek. Ujung percabangan meruncing dan setiap percabangan mudah melekat pada substrat yang merupakan ciri khas E. Spinosum  dan dapat dilihat pada gambar 1.

           





Gambar 1:  Eucheuma Spinosum
 
 


Taksonomi Eucheuma menurut Jana (2008) yaitu sebagai berikut :
          Divisio        : Rhodophyta
          Kelas          : Rhodophyceae
          Bangsa       : Gigartinales
          Suku          : Solierisceae
          Marga        : Eucheuma
          Jenis          : Eucheuma Spinosum
Algae ini tumbuh di perairan dengan persyaratan tumbuhnya, antara lain substrat batu, air jernih, ada arus atau terkenan gerakan air lainnya, kadar garam antara 28 – 36 per mill dan cukup sinar matahari.
2.1.2 Komposisi Gizi Eucheuma Spinosum
            Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable – gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain itu, menurut Jana (2006) rumput laut juga mengandung vitamin – vitamin, seperti vitamin A,B1,B2,B6,B12 dan C; betakaroten; serta mineral; seperti kalium; kalsium; fosfor natrium, zat besi, dan yodium. Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak vitamin dan mineral penting seperti kalsium dan zat besi bila dibandingkan dengan sayuran dan buah– buahan. Beberapa jenis rumput laut juga mengandung protein yang cukup tinggi. Protein merupakan senyawa penting dan dibentuk oleh gabungan lebih dari satu asam amio yang dibentuk dari ikatan peptida. Tubuh manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk mensintesis asam – asam amino dan tidak mampu mensintesis 8 macam asam amino yang disebut asam amino esensial. Secara kimia rumput laut terdiri dari :
·         Air                    : 27,8 %
·         Protein             : 5,4 %
·         Karbohydrat    : 33,3 %
·         Lemak             : 8,6 %
·         Serat Kasar     : 3 %
·         Abu                  : 22,85 %
2.2 Kerupuk
Kerupuk menurut Hariadi (2010) adalah jenis pangan yang digemari di Indonesia. Berbagai kalangan menyukai jenis pangan ini baik golongan rendah maupun golongan yang tinggi. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, bau, warna, rasa, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta alat dan cara pengolahannya.
Komposisi bahan sendiri beserta pengolahannya akan sangat mempengaruhi kualitas kerupuk, dimana komposisi bahan ini juga mempengaruhi pengembangan pada kerupuk tersebut. Secara umum bahan baku yang digunakan adalah tepung tapioka, sedangkan bahan tambahannya dapat berupa ikan atau udang, telur atau susu, garam, gula, air dan bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya. Jumlah dan jenis bumbu yang digunakan tergantung pada selera masing-masing.
     
2.3 Kualitas Kerupuk
Salah satu penunjang untuk pemasaran kerupuk yaitu kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kualitas produk yang dihasilkan, semakin luas pula jangkauan produk pemasarannya. Hal yang mempengaruhi kualitas kerupuk diantaranya menurut Suprapti (2000) yaitu :
1.    Penampilan produk
Penampilan produk meliputi warna kesegaran bentuk dan ukuran, kerataan permukaan, serta kemasan.
2.    Cita rasa
Cita rasa diperoleh dari tepatnya komposisi bahan dan bumbu yang dipergunakan.
3.    Daya pengembang
Kerupuk mempunyai kualitas yang tinggi jika di dalam penggorengan akan mengembang 3 sampai 5 kali lipat dari ukuran semula.
4.    Daya simpan
Kerupuk dengan kualitas yang baik mempunyai daya tahan sehingga dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama tanpa harus terjadi kerusakan.
5.    Tingkat kekeringan
Kandungan air yang masih terkandung di dalam potongan adonan kerupuk akan memudahkan tumbuhnya jamur sekaligus menyebabkan  kerusakan pada kerupuk.
6.    Meminimalkan lemak dalam kerupuk
Kandungan lemak dalam kerupuk menyebabkan produk kerupuk menjadi lebih mudah tengik.
7.    Penggunaan bahan pengawet
Dalam proses menjelang pemotongan, adonan kerupuk memerlukan waktu berhari – hari agar mengeras. Bila tidak dibantu dengan penambahan pengawet, maka adonan tersebut dikhawatirkan akan membusuk sebelum sempat dipotong.
2.4  Bahan dan Alat Pembuatan Kerupuk Rumput Laut
2.4.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kerupuk menurut Wibowo, 2010  yaitu :
1.    Tepung Tapioka
Tepung tapioka yang baik dalam pembuatan kerupuk adalah yang telah lama namun belum asam. Semakin lama tepung tapioka semakin baik mutu kerupuk. Semakin baik mutu kerupuk ini maksudnya adalah kandungan air dalam kerupuk akan konstan sehingga memperpanjang umur simpan.
2.    Air
Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn), serta dapat diterima secara teriologis yaitu tidak mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah. Fungsi utama air adalah sebagai pembantu dalam pembentukan gluten pada tepung, melarutkan gula, garam serta bahan-bahan lainnya agar bisa bercampur.
3.    Garam
Garam digunakan sebagai penambah cita rasa dan pengawet dan garam dapat menambah umur simpan kerupuk karena kerupuk yang dibuat tidak menggunakan bahan pengawet maka garamlah yang akan digunakan sebagi pengawet.
4.    Gula
Gula merupakan bahan yang sama halnya dengan garam yaitu sebagai penambah cita rasa dan bahan pengawet pada kerupuk.
5.    Bawang Putih
Bawang putih dalam pembuatan kerupuk sebagai bumbu penyedap agar rasanya lebih gurih.
2.4.2 Alat
            Peralatan yang dibutuhkan menurut Wahyono dan Marzuki (1996),  adalah:
a.    Dandang Besar
Digunakan untuk mengukus adonan yang telah dicetak sesuai ukuran masing- masing.
b.    Kompor
Kompor atau tungku pemanas ini menggunakan bahan baku berupa minyak tanah. Alat ini digunakan untuk memasak.
c.    Pisau
            Pisau yang digunakan untuk memotong adonan yang telah mengeras hendaknya terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat, kuat dan tajam dengan bagian ujung yang runcing.
d.    Timbangan
Alat yang digunakan menimbang bahan pembantu dan produk akhir yang akan dipasarkan.
e.    Wajan.
Alat ini digunakan untuk menggoreng kerupuk sebelum dipasarkan.
f.     Baskom
Baskom digunakan untuk mengaduk adonan kerupuk.
g.    Talenan
Alat ini digunakan untuk landasan pada tahap pemotongan.
h.    Tampah (alat penjemuran)
Alat ini sebagai tempat untuk menjemur kerupuk yang telah dipotong. Proses penjemuran menggunakan bantuan sinar matahari.
i.     Cobek
Alat ini untuk mencampur bumbu-bumbu selama proses pembuatan kerupuk dan kemudian menghaluskannya.
2.5 Proses Pembuatan Kerupuk Rumput Laut
            Tahapan-tahapan proses pembuatan kerupuk rumput laut menurut Wahyono dan Marzuki (2002), sebagai berikut :
a.    Penerimaan bahan baku
Rumput laut sebagai  bahan baku dasar yang menentukan hasil akhir pengolahannya. Kalau mutu bahan dasar rendah produk yang dihasilkan dalam pengolahan juga rendah. Langkah - langkah pengolahan rumput laut menjadi bahan baku menurut Mubarok, Hasan (2007) adalah sebagai berikut :
·      Rumput laut dibersihkan dari kotoran seperti pasir, batu-batuan, kemudian dipisahkan dari jenis yang satu dengan yang lain.
·      Setelah bersih, rumput laut dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik, penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan keluarnya garam.
·      Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering, Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28 %. Apabila dalam proses pengeringan hujan turun, maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak, tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa agar tidak saling tindih.
·      Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.
b.    Pencucian
Bahan baku dicuci dengan air tawar yang bersih.
c.    Penggilingan
Bahan baku digiling hingga halus.
d.    Pengadukan.
Pengadukan dilakukan untuk mencampurkan antara rumput laut yang telah halus tadi dengan bahan yang sudah disiapkan. Sebelum proses pengadukan, hendaknya bumbu dibuat terlebih dahulu. Setelah itu, mulailah tahap pengadukan. Sementara lumatan rumput laut diaduk bersama tepung tapioka, masukan gula, garam halus bumbu masak, bawang putih yang sudah ditumis dan kuning telur hingga rata. Penambahan tapioka dan bumbu dilakukan dengan sedikit demi sedikit hingga adonan lembek dan elastis.
e.    Pencetakan.
            Pencetakan dilakukan menurut ukuran yang telah ditentukan.
f.     Pengukusan.
Tidak ada ukuran yang pasti untuk mengetahui kapan matangnya adonan yang telah dikukus. Hal ini terkait dengan mutu api yang dihasilkan kompor atau tungku pemanas. Adonan dikatakan cukup matang bila ditekan dengan kedua jari, adonan dengan segera kembali ke bentuk semula atau adonan tersebut ditusuk ditengahnya dengan lidi adonan tersebut tidak menempel pada lidi.
g.    Pemotongan.
Adonan yang sudah mengeras dipotong tipis-tipis dengan ketebalan kurang lebih 2 mm dengan menggunakan pisau atau alat pemotong mesin.
h.    Penjemuran dan Pengeringan.
Tahap pertama hanya diangin-anginkan (kurang lebih 24 jam). Tahap kedua dikeringkan dibawah sinar matahari. Apabila kerupuk itu mudah patah berarti sudah kering benar.
i.     Pengepakan.
Kerupuk yang dapat dikemas menggunakan plastik yang tebal dan rapat. Berat maksimum 5 kg/bungkus. Alat pembungkus harus bersih, kering dan tidak mudah sobek.
j.     Pemasaran
Harga kerupuk dipasarkan biasanya ditentukan oleh kualitas, ukuran dan hasil dari pengolahan. Pangsa pasar untuk produk ini sangat banyak sekali. Pemasaran biasanya melalui pedagang-pedagang besar atau pedagang kecil atau pengecer maupun dipasarkan sendiri. Harga kerupuk sewaktu-waktu tergantung dari bahan baku yang ada dan jumlah permintaan.
Untuk lebih mengetahui tentang proses pengolahan kerupuk dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut :


 


Penggilingan
 
Pencucian


 
Pengadukan
 




Pengukusan
 
Pemotongan

 
Penjemuran
 
Pengepakan
 
Pemasaran
 
 

 
Gambar 2 : Diagram Alur Pembuatan Kerupuk
Sumber : Wahyono dan Marzuki, 1996

2.6 Aspek Sanitasi dan Higiene
            Salah satu cara yang dilakukan oleh produsen untuk meningkatkan mutu produknya adalah dengan pelaksanaan sanitasi yang baik (Soemarno, 2010). Beberapa hal yang harus memenuhi komponen sanitasi adalah :
  1. Lantai ruang pengolahan dan fasilitas lain hendaknya disemen dengan bahan yang tidak berbahaya dan mudah dibersihkan. Jangan dibiarkan ada lantai atau dinding yang retak.
  2. Hindari adanya tempat-tempat yang sulit dibersihkan dan yang dapat menjadi akumulasi kotoran, sarang lalat, rodensia dan serangga lainnya.
  3. Membatasi kesempatan bagi lalat, serangga lain dan rodensia untuk masuk ke ruang pengolahan, misalnya dengan memasang kawat kaca pada pintu masuk dan jendela.
  4. Saluran pembuangan harus lancer, diperiksa setiap hari dan dibersihkan. Saluran pembuangan diluar bangunan pengolahan hendaknya ditutup.
  5. Sisa-sisa ikan seperti duri, kepala, isi perut dan sisik ditempatkan dalam wadah tertutup dan dibuang setiap hari. Biasakan untuk segera membuang limbah dan sampah ke luar ruang pengolahan.
  6. Semua peralatan dan wadah yang kontak langsungdengan ikan dilapisi bahan yang tidak mudah berkarat, tidak mudah rusak dan mudah dibersihkan. Menggunakan peralatan dari bahan yang tidak mudah rusak dan tidak mudah bereaksi, tidak mudah aus, aman bagi kesehatan, mudah dibersihkan, mudah dirawat dan selalu bersih dari kotoran dan lender.
  7. Desain peralatan yang digunakan hendaknya mampu menghindari terjadinya kontaminasi dari luar, mencegah kontaminasi oleh tanah, abu, bakteri, kutu dsb.
  8. Lantai, ruang pengolahan,dan peralatan dibersihkan dengan bahan pembersih atau desinfektan yang cocok setiap hari atau setelah akhir proses.
  9. Membiasakan diri selalu mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan, membersihkan peralatan dan lantai setiap kali proses terhenti karena istirahat atau proses selesai.
  10. Membiasakan diri bekerja dengan baik, disiplin, mengikuti prosedur yang berlaku, menghilangkan kebiasaan buruk.
  11. Membiasakan diri untuk selalu membersihkan diri mencuci tangan setiap kali hendak memegang bahan atau produk akhir.
  12. Membiasakan diri untuk selalu memakai peralatan tertentu untuk proses tertentu, terutama yang berpeluang untuk saling mengontaminas. Misalnya peralatan untuk menangani ikan segar tidak digunakan untuk produk akhir.
  13. Perlu diusahakan selalu menggunakan pakaian kerja bersih, berpenutup kepala dan tanpa perhiasan atau asesoris lain.
  14.  Membiasakan diri unuk tidak minum, makan, merokok, mengunyah permen, meludah atau membuang ingus di sembarang tempat, apalagi di ruang pengolahan.
  15. Memisahkan atau meliburkan pekerja yang sedang sakit, apalagi bila penyakit menular.
2.7 Pemasaran Produk
Bagi usaha apapun, menurut pendapat Marzuki (2002) pemasaran merupakan aspek menentukan. Tanpa gambaran ataupun pengetahuan pemasaran, sulit diharapkan usaha yang direncanakan berjalan lancar. Dengan pengetahuan tentang pemasaran, dapat dilakukan perencanaan yang matang mulai dari produksi hingga strategi pemasaran. Oleh karenanya sebelum memulai usaha, pengetahuan pemasaran merupakan kunci keberhasilan. Beberapa aspek pemasaran yang penting untuk dipelajari diantaranya mengenai daerah pemasaran, permintaan pasar, sifat dan daya serap masing – masing pasar, jumlah pemasok dan volume pemasoknya, jalur distribusi dan pemasaran, serta cara pembayarannya.


III. METODOLOGI

3.1   Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini dilaksanakan selama 20 hari mulai tanggal 1 November sampai 20 November 2010 di desa Dungkek Kecamatan Dungkek  Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur.
3.2 Metode Praktek Kerja Lapang (PKL) II
            Metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini adalah metode survei dan magang. Metode survei menurut Nazir (1988) adalah suatu penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh faka – fakta dari gejala – gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual tentang keadaan atau tentang keadaan atau kegiatan suatau obyek yang diamati. Metode magang adalah ikut langsung dalam proses produksi.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
            Jenis data yang diperoleh menurut Nazir (1988) meliputi :
1.      Kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan. Kumpulan angka-angka hasil observasi/pengukuran sederhana. Data kuantitatif meliputi:
-       Jumlah Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Jumlah bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Lama waktu proses pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Jumlah tenaga kerja
-       Jumlah produksi
-       Rendemen produk akhir
2.      Kualitatif adalah data serangkaian observasi dimana tiap observasi yang terdapat dalam sampel / populasi tergolong pada salah satu daripada kelas-kelas yang eksklusif secara bersama dan yang kemungkinannya tidak dapat dinyatakan dalam angka - angka Data kualitatif meliputi :
-       Jenis rumput laut apa yang digunakan dalam pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Formula kerupuk rumput laut
-       Cara teknik pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Cara proses pembuatan kerupuk rumput laut.
3.3.2 Sumber Data
            Sumber data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Menurut Nazir (1988) :
  1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Baik diperoleh secara langsung dengan cara wawancara, observasi dan alat lainnya. Data primer merupakan data yang masih mentah dan memerlukan analisa lebih lanjut. Dan disusun melalui proses editing sehingga membentuk data yang terancang. Jenis data primer yang didapat yaitu data yang diperoleh dari lapangan secara langsung mulai dari proses penerimaan bahan baku hingga proses produksi.
  2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber – sumber bacaan, literature, data lapangan yang tercatat pada unit usaha milik ibu Nurhayati ataupun sumber lainnya yang bersifat tidak langsung. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data lokasi pabrik, struktur organisasi, tata letak unit usaha, ketenagakerjaan serta data administrasi mengenai pembuatan kerupuk rumput laut.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) II teknik pengumpulan data primer dilaksanakan menurut Narbuko dan Achmadi (2005) yaitu dengan:
1. Observasi partisipan  yaitu apabila orang yang melakukan observasi turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservasi (disebut observess). Sebagai contoh dalam pembuatan kerupuk rumput laut ini, taruna mengikuti proses dari awal hingga akhir produksi pembuatan kerupuk rumput laut.
2. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Daftar pertanyaan yang digunakan untuk wawancara dapat dilihat pada Lampiran 2.
Data sekunder diperoleh dari perpustakaan dan internet, tentang bagaimana cara pembuatan kerupuk rumput laut.
3.5 Teknik Pengolahan Data Dan Analisa Data
3.5.1 Teknik Pengolahan Data
Dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) II data yang terkumpul menurut Nazir (1988) diolah dengan cara :
1. Editing yaitu pemeriksaan data yang terkumpul secara seksama. Hal ini perlu diperhatikan dalam mengedit data, apakah data secara lengkap dan sempurna, apakah tulisan sudah jelas untuk dibaca, apakah semua catatan dapat dipahami, apakah data sudah konsisten dan apa ada respon yang tidak sesuai.
2.  Tabulating yaitu kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel yang merupakan tahap lanjut dalam rangka proses analisa data sehingga dapat dibaca dan mudah dimengerti. Membuat tabulasi yaitu dengan menyajikan data dalam bentuk tabel untuk mempermudah analisa data selanjutnya. Adapun data yang disajikan dalam bentuk tabel ialah jumlah bahan baku tiap hari, jumlah tenaga kerja, jumlah peralatan, proses produksi. Adapun kegiatan tabulasi yaitu dapat dilihat pada lampiran 3.
3.5.2 Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi (2001) yaitu menggambarkan keadaan subyek berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya sehingga dapat disimpulkan.
Data tersebut meliputi :
1.   Data kuantitatif dianalisa dengan statistik deskriptif, yaitu menyajikan data sesuai dengan informasi yang diperoleh dilapangan. Data kuantitatif meliputi :
a) Jumlah           :      Penjumlahan angka yang diperoleh.
b)  Rata-rata       :      Nilai disekitar mana sekumpulan angka tersebar
daripada angka-angka itu..
c)   Frekuensi     :       Pengukuran-pengukuran yang dikelompokkan.  

       2. Data Kualitatif
     Data kualitatif dianalisa secara deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi, (2001) yaitu menyajikan data sesuai dengan keadaan sebenarnya guna mempermudah pengambilan keputusan.
3.6 Jadwal Rencana Kegiatan PKL
            Adapun rencana kegitan selama PKL dapat dilihat pada lampiran 1.


DAFTAR PUSTAKA
Djaeni, Achmad.1985. Ilmu gizi. Dian Rakyat. Jakarta
Hariadi. 2010. Pembuatan Kerupuk. file:///F:/search/tentang-pembuatan-kerupuk.html  [17 Oktober 2010]
Karya, A. 2008. Kerupuk Sehat Bebas Kolestrol. 2008.
Mubarok, H. 2010. Pengolahan Rumput Laut. http://bisnisukm.com/pembuatan-rumput-laut.html. [10 Oktober 2010]
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2001. Metode Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta Timur.
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Poncomulyo, T,. Herti Maryani, dan Lusi Kristiani. Budi Daya dan Pengolahan Rumput Laut. 2006. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Subagyo. 1991. Metode Penelitian Praktis. Grafindo Persada. Jakarta.
Sukandarrumidi. 2004. Metode Penelitian. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suprapti, Lilies. 2000. Kerupuk Lele. Trubus agrisarana. Surabaya.
T, Anggadireja, dkk. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wahyono, Rudy dan Marzuki. 1996. Pembuatan Aneka Kerupuk. Penebar Swadaya. Depok.
Wahyono, Rudy dan Marzuki. 2002. Pembuatan Aneka Kerupuk. Penebar Swadaya. Depok.
Wibowo, Heru. 2010. Sistem  Produksi Dan  Pengawasan Mutu Kerupuk Udang. Bumi Aksara. Jakarta Timur
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta.









Sidoarjo, Oktober 2010

Penulis