Selasa, 04 Januari 2011

proposal kerupuk rumput laut Eucheuma spinosum


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan Proposal ini penulis banyak mendapat arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.    H. Endang Suhaedy, A.Pi, MM, M.Si, selaku Direktur Akademi Perikanan Sidoarjo yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) II yang akan dilaksanakan.
2.    Bapak Ece Gofar Ismail A.Pi, MM,M.Si, selaku Ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan yang telah merencanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) II dan memberikan pengarahan dan bimbingan.
3.    Lilis Supenti, A.Pi, S.Pi, MM, M.Si dan Endang Trowulan S.Pi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyusunan proposal ini.
            Penulis menyadari kemungkinan adanya kekurangan dalam penyusunan proposal ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaannya.



I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Rumput laut menurut Poncomulyo (2006) merupakan salah satu sumber daya hayati yang memiliki hasil perikanan yang berpotensial tinggi pada bidang industri. Namun sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Dan kini rumput laut sedang gencar dikembangkan sebagai bahan pangan pokok di Indonesia. Karena selain faktor semakin sempitnya lahan pertanian, rumput laut sendiri memiliki rasa yang enak dan kaya akan serat serta bergizi tinggi. Jenis rumpur laut yang sudah diketahui dapat digunakan diberbagai industri sebagai sumber karaginan, agar – agar dan alganit. Rumput laut jenis Eucheuma dan Glacilaria merupakan penghasil yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan, minuman, farmasi, keramik, tekstil dan meskipun demikian sebagian besar rumput laut di ekspor ke luar negeri.
Pengolahan rumput laut menjadi bahan baku telah banyak dilakukan para petani, tetapi hanya sampai tingkat pengeringan. Hal ini disebabkan petani belum memiliki pengetahuan tentang pengolahan produk lainnya (agar-agar, alginat, atau karaginan). Untuk daerah pesisir, para petani rumput laut memanfaatkannya untuk diversifikasi menjadi bahan makanan kerupuk. Kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang memiliki daya jual yang menguntungkan bagi produsen.
Untuk mengetahui diversifikasi pengolahan rumput laut menjadi kerupuk maka  pada pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini penulis akan mempelajari proses pembuatan kerupuk rumput laut yang baik.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
            Maksud dari Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini adalah mempelajari dan memahami proses pembuatan kerupuk rumput laut, mulai dari penerimaan bahan baku hingga pemasaran.
1.2.2 Tujuan
            Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan serta keterampilan secara langsung pembuatan kerupuk rumput laut, bahan serta alat-alat yang digunakan pada proses pembuatan kerupuk rumput laut. 
II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Deskripsi Rumput Laut Eucheuma spinosum
2.1.1 Biologi Eucheuma Spinosum
            Identitas secara fisik Eucheuma Spinosum menurut Guntur dan Farchan (2008) yaitu Thallus silindris, permukaan licin, cartilagenous, warna coklat tua, hijau kuning atau merah ungu. Ciri khusus secara morfologis memilki duri yang tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang bervariasi sehingga membentuk ruas – ruas thallus diantara lingkaran duri. Percabangan berlawanan atau berselang – seling dan timbul teratur pada deretan duri antar ruas dan merupakan kepanjangan dari duri tersebut. Cabang dan duri ada juga yang tumbuh pada ruas thallus tetapi agak pendek. Ujung percabangan meruncing dan setiap percabangan mudah melekat pada substrat yang merupakan ciri khas E. Spinosum  dan dapat dilihat pada gambar 1.

           





Gambar 1:  Eucheuma Spinosum
 
 


Taksonomi Eucheuma menurut Jana (2008) yaitu sebagai berikut :
          Divisio        : Rhodophyta
          Kelas          : Rhodophyceae
          Bangsa       : Gigartinales
          Suku          : Solierisceae
          Marga        : Eucheuma
          Jenis          : Eucheuma Spinosum
Algae ini tumbuh di perairan dengan persyaratan tumbuhnya, antara lain substrat batu, air jernih, ada arus atau terkenan gerakan air lainnya, kadar garam antara 28 – 36 per mill dan cukup sinar matahari.
2.1.2 Komposisi Gizi Eucheuma Spinosum
            Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula atau vegetable – gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain itu, menurut Jana (2006) rumput laut juga mengandung vitamin – vitamin, seperti vitamin A,B1,B2,B6,B12 dan C; betakaroten; serta mineral; seperti kalium; kalsium; fosfor natrium, zat besi, dan yodium. Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak vitamin dan mineral penting seperti kalsium dan zat besi bila dibandingkan dengan sayuran dan buah– buahan. Beberapa jenis rumput laut juga mengandung protein yang cukup tinggi. Protein merupakan senyawa penting dan dibentuk oleh gabungan lebih dari satu asam amio yang dibentuk dari ikatan peptida. Tubuh manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk mensintesis asam – asam amino dan tidak mampu mensintesis 8 macam asam amino yang disebut asam amino esensial. Secara kimia rumput laut terdiri dari :
·         Air                    : 27,8 %
·         Protein             : 5,4 %
·         Karbohydrat    : 33,3 %
·         Lemak             : 8,6 %
·         Serat Kasar     : 3 %
·         Abu                  : 22,85 %
2.2 Kerupuk
Kerupuk menurut Hariadi (2010) adalah jenis pangan yang digemari di Indonesia. Berbagai kalangan menyukai jenis pangan ini baik golongan rendah maupun golongan yang tinggi. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, bau, warna, rasa, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta alat dan cara pengolahannya.
Komposisi bahan sendiri beserta pengolahannya akan sangat mempengaruhi kualitas kerupuk, dimana komposisi bahan ini juga mempengaruhi pengembangan pada kerupuk tersebut. Secara umum bahan baku yang digunakan adalah tepung tapioka, sedangkan bahan tambahannya dapat berupa ikan atau udang, telur atau susu, garam, gula, air dan bumbu yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya. Jumlah dan jenis bumbu yang digunakan tergantung pada selera masing-masing.
     
2.3 Kualitas Kerupuk
Salah satu penunjang untuk pemasaran kerupuk yaitu kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kualitas produk yang dihasilkan, semakin luas pula jangkauan produk pemasarannya. Hal yang mempengaruhi kualitas kerupuk diantaranya menurut Suprapti (2000) yaitu :
1.    Penampilan produk
Penampilan produk meliputi warna kesegaran bentuk dan ukuran, kerataan permukaan, serta kemasan.
2.    Cita rasa
Cita rasa diperoleh dari tepatnya komposisi bahan dan bumbu yang dipergunakan.
3.    Daya pengembang
Kerupuk mempunyai kualitas yang tinggi jika di dalam penggorengan akan mengembang 3 sampai 5 kali lipat dari ukuran semula.
4.    Daya simpan
Kerupuk dengan kualitas yang baik mempunyai daya tahan sehingga dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama tanpa harus terjadi kerusakan.
5.    Tingkat kekeringan
Kandungan air yang masih terkandung di dalam potongan adonan kerupuk akan memudahkan tumbuhnya jamur sekaligus menyebabkan  kerusakan pada kerupuk.
6.    Meminimalkan lemak dalam kerupuk
Kandungan lemak dalam kerupuk menyebabkan produk kerupuk menjadi lebih mudah tengik.
7.    Penggunaan bahan pengawet
Dalam proses menjelang pemotongan, adonan kerupuk memerlukan waktu berhari – hari agar mengeras. Bila tidak dibantu dengan penambahan pengawet, maka adonan tersebut dikhawatirkan akan membusuk sebelum sempat dipotong.
2.4  Bahan dan Alat Pembuatan Kerupuk Rumput Laut
2.4.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kerupuk menurut Wibowo, 2010  yaitu :
1.    Tepung Tapioka
Tepung tapioka yang baik dalam pembuatan kerupuk adalah yang telah lama namun belum asam. Semakin lama tepung tapioka semakin baik mutu kerupuk. Semakin baik mutu kerupuk ini maksudnya adalah kandungan air dalam kerupuk akan konstan sehingga memperpanjang umur simpan.
2.    Air
Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn), serta dapat diterima secara teriologis yaitu tidak mengganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah. Fungsi utama air adalah sebagai pembantu dalam pembentukan gluten pada tepung, melarutkan gula, garam serta bahan-bahan lainnya agar bisa bercampur.
3.    Garam
Garam digunakan sebagai penambah cita rasa dan pengawet dan garam dapat menambah umur simpan kerupuk karena kerupuk yang dibuat tidak menggunakan bahan pengawet maka garamlah yang akan digunakan sebagi pengawet.
4.    Gula
Gula merupakan bahan yang sama halnya dengan garam yaitu sebagai penambah cita rasa dan bahan pengawet pada kerupuk.
5.    Bawang Putih
Bawang putih dalam pembuatan kerupuk sebagai bumbu penyedap agar rasanya lebih gurih.
2.4.2 Alat
            Peralatan yang dibutuhkan menurut Wahyono dan Marzuki (1996),  adalah:
a.    Dandang Besar
Digunakan untuk mengukus adonan yang telah dicetak sesuai ukuran masing- masing.
b.    Kompor
Kompor atau tungku pemanas ini menggunakan bahan baku berupa minyak tanah. Alat ini digunakan untuk memasak.
c.    Pisau
            Pisau yang digunakan untuk memotong adonan yang telah mengeras hendaknya terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat, kuat dan tajam dengan bagian ujung yang runcing.
d.    Timbangan
Alat yang digunakan menimbang bahan pembantu dan produk akhir yang akan dipasarkan.
e.    Wajan.
Alat ini digunakan untuk menggoreng kerupuk sebelum dipasarkan.
f.     Baskom
Baskom digunakan untuk mengaduk adonan kerupuk.
g.    Talenan
Alat ini digunakan untuk landasan pada tahap pemotongan.
h.    Tampah (alat penjemuran)
Alat ini sebagai tempat untuk menjemur kerupuk yang telah dipotong. Proses penjemuran menggunakan bantuan sinar matahari.
i.     Cobek
Alat ini untuk mencampur bumbu-bumbu selama proses pembuatan kerupuk dan kemudian menghaluskannya.
2.5 Proses Pembuatan Kerupuk Rumput Laut
            Tahapan-tahapan proses pembuatan kerupuk rumput laut menurut Wahyono dan Marzuki (2002), sebagai berikut :
a.    Penerimaan bahan baku
Rumput laut sebagai  bahan baku dasar yang menentukan hasil akhir pengolahannya. Kalau mutu bahan dasar rendah produk yang dihasilkan dalam pengolahan juga rendah. Langkah - langkah pengolahan rumput laut menjadi bahan baku menurut Mubarok, Hasan (2007) adalah sebagai berikut :
·      Rumput laut dibersihkan dari kotoran seperti pasir, batu-batuan, kemudian dipisahkan dari jenis yang satu dengan yang lain.
·      Setelah bersih, rumput laut dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik, penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para dan tidak boleh ditumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan keluarnya garam.
·      Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering, Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28 %. Apabila dalam proses pengeringan hujan turun, maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak, tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa agar tidak saling tindih.
·      Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.
b.    Pencucian
Bahan baku dicuci dengan air tawar yang bersih.
c.    Penggilingan
Bahan baku digiling hingga halus.
d.    Pengadukan.
Pengadukan dilakukan untuk mencampurkan antara rumput laut yang telah halus tadi dengan bahan yang sudah disiapkan. Sebelum proses pengadukan, hendaknya bumbu dibuat terlebih dahulu. Setelah itu, mulailah tahap pengadukan. Sementara lumatan rumput laut diaduk bersama tepung tapioka, masukan gula, garam halus bumbu masak, bawang putih yang sudah ditumis dan kuning telur hingga rata. Penambahan tapioka dan bumbu dilakukan dengan sedikit demi sedikit hingga adonan lembek dan elastis.
e.    Pencetakan.
            Pencetakan dilakukan menurut ukuran yang telah ditentukan.
f.     Pengukusan.
Tidak ada ukuran yang pasti untuk mengetahui kapan matangnya adonan yang telah dikukus. Hal ini terkait dengan mutu api yang dihasilkan kompor atau tungku pemanas. Adonan dikatakan cukup matang bila ditekan dengan kedua jari, adonan dengan segera kembali ke bentuk semula atau adonan tersebut ditusuk ditengahnya dengan lidi adonan tersebut tidak menempel pada lidi.
g.    Pemotongan.
Adonan yang sudah mengeras dipotong tipis-tipis dengan ketebalan kurang lebih 2 mm dengan menggunakan pisau atau alat pemotong mesin.
h.    Penjemuran dan Pengeringan.
Tahap pertama hanya diangin-anginkan (kurang lebih 24 jam). Tahap kedua dikeringkan dibawah sinar matahari. Apabila kerupuk itu mudah patah berarti sudah kering benar.
i.     Pengepakan.
Kerupuk yang dapat dikemas menggunakan plastik yang tebal dan rapat. Berat maksimum 5 kg/bungkus. Alat pembungkus harus bersih, kering dan tidak mudah sobek.
j.     Pemasaran
Harga kerupuk dipasarkan biasanya ditentukan oleh kualitas, ukuran dan hasil dari pengolahan. Pangsa pasar untuk produk ini sangat banyak sekali. Pemasaran biasanya melalui pedagang-pedagang besar atau pedagang kecil atau pengecer maupun dipasarkan sendiri. Harga kerupuk sewaktu-waktu tergantung dari bahan baku yang ada dan jumlah permintaan.
Untuk lebih mengetahui tentang proses pengolahan kerupuk dapat dilihat pada diagram alir sebagai berikut :


 


Penggilingan
 
Pencucian


 
Pengadukan
 




Pengukusan
 
Pemotongan

 
Penjemuran
 
Pengepakan
 
Pemasaran
 
 

 
Gambar 2 : Diagram Alur Pembuatan Kerupuk
Sumber : Wahyono dan Marzuki, 1996

2.6 Aspek Sanitasi dan Higiene
            Salah satu cara yang dilakukan oleh produsen untuk meningkatkan mutu produknya adalah dengan pelaksanaan sanitasi yang baik (Soemarno, 2010). Beberapa hal yang harus memenuhi komponen sanitasi adalah :
  1. Lantai ruang pengolahan dan fasilitas lain hendaknya disemen dengan bahan yang tidak berbahaya dan mudah dibersihkan. Jangan dibiarkan ada lantai atau dinding yang retak.
  2. Hindari adanya tempat-tempat yang sulit dibersihkan dan yang dapat menjadi akumulasi kotoran, sarang lalat, rodensia dan serangga lainnya.
  3. Membatasi kesempatan bagi lalat, serangga lain dan rodensia untuk masuk ke ruang pengolahan, misalnya dengan memasang kawat kaca pada pintu masuk dan jendela.
  4. Saluran pembuangan harus lancer, diperiksa setiap hari dan dibersihkan. Saluran pembuangan diluar bangunan pengolahan hendaknya ditutup.
  5. Sisa-sisa ikan seperti duri, kepala, isi perut dan sisik ditempatkan dalam wadah tertutup dan dibuang setiap hari. Biasakan untuk segera membuang limbah dan sampah ke luar ruang pengolahan.
  6. Semua peralatan dan wadah yang kontak langsungdengan ikan dilapisi bahan yang tidak mudah berkarat, tidak mudah rusak dan mudah dibersihkan. Menggunakan peralatan dari bahan yang tidak mudah rusak dan tidak mudah bereaksi, tidak mudah aus, aman bagi kesehatan, mudah dibersihkan, mudah dirawat dan selalu bersih dari kotoran dan lender.
  7. Desain peralatan yang digunakan hendaknya mampu menghindari terjadinya kontaminasi dari luar, mencegah kontaminasi oleh tanah, abu, bakteri, kutu dsb.
  8. Lantai, ruang pengolahan,dan peralatan dibersihkan dengan bahan pembersih atau desinfektan yang cocok setiap hari atau setelah akhir proses.
  9. Membiasakan diri selalu mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan, membersihkan peralatan dan lantai setiap kali proses terhenti karena istirahat atau proses selesai.
  10. Membiasakan diri bekerja dengan baik, disiplin, mengikuti prosedur yang berlaku, menghilangkan kebiasaan buruk.
  11. Membiasakan diri untuk selalu membersihkan diri mencuci tangan setiap kali hendak memegang bahan atau produk akhir.
  12. Membiasakan diri untuk selalu memakai peralatan tertentu untuk proses tertentu, terutama yang berpeluang untuk saling mengontaminas. Misalnya peralatan untuk menangani ikan segar tidak digunakan untuk produk akhir.
  13. Perlu diusahakan selalu menggunakan pakaian kerja bersih, berpenutup kepala dan tanpa perhiasan atau asesoris lain.
  14.  Membiasakan diri unuk tidak minum, makan, merokok, mengunyah permen, meludah atau membuang ingus di sembarang tempat, apalagi di ruang pengolahan.
  15. Memisahkan atau meliburkan pekerja yang sedang sakit, apalagi bila penyakit menular.
2.7 Pemasaran Produk
Bagi usaha apapun, menurut pendapat Marzuki (2002) pemasaran merupakan aspek menentukan. Tanpa gambaran ataupun pengetahuan pemasaran, sulit diharapkan usaha yang direncanakan berjalan lancar. Dengan pengetahuan tentang pemasaran, dapat dilakukan perencanaan yang matang mulai dari produksi hingga strategi pemasaran. Oleh karenanya sebelum memulai usaha, pengetahuan pemasaran merupakan kunci keberhasilan. Beberapa aspek pemasaran yang penting untuk dipelajari diantaranya mengenai daerah pemasaran, permintaan pasar, sifat dan daya serap masing – masing pasar, jumlah pemasok dan volume pemasoknya, jalur distribusi dan pemasaran, serta cara pembayarannya.


III. METODOLOGI

3.1   Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini dilaksanakan selama 20 hari mulai tanggal 1 November sampai 20 November 2010 di desa Dungkek Kecamatan Dungkek  Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur.
3.2 Metode Praktek Kerja Lapang (PKL) II
            Metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini adalah metode survei dan magang. Metode survei menurut Nazir (1988) adalah suatu penyelidikan yang dilakukan untuk memperoleh faka – fakta dari gejala – gejala yang ada dan mencari keterangan secara faktual tentang keadaan atau tentang keadaan atau kegiatan suatau obyek yang diamati. Metode magang adalah ikut langsung dalam proses produksi.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
            Jenis data yang diperoleh menurut Nazir (1988) meliputi :
1.      Kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan. Kumpulan angka-angka hasil observasi/pengukuran sederhana. Data kuantitatif meliputi:
-       Jumlah Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Jumlah bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Lama waktu proses pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Jumlah tenaga kerja
-       Jumlah produksi
-       Rendemen produk akhir
2.      Kualitatif adalah data serangkaian observasi dimana tiap observasi yang terdapat dalam sampel / populasi tergolong pada salah satu daripada kelas-kelas yang eksklusif secara bersama dan yang kemungkinannya tidak dapat dinyatakan dalam angka - angka Data kualitatif meliputi :
-       Jenis rumput laut apa yang digunakan dalam pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Formula kerupuk rumput laut
-       Cara teknik pembuatan kerupuk rumput laut.
-       Cara proses pembuatan kerupuk rumput laut.
3.3.2 Sumber Data
            Sumber data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Menurut Nazir (1988) :
  1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Baik diperoleh secara langsung dengan cara wawancara, observasi dan alat lainnya. Data primer merupakan data yang masih mentah dan memerlukan analisa lebih lanjut. Dan disusun melalui proses editing sehingga membentuk data yang terancang. Jenis data primer yang didapat yaitu data yang diperoleh dari lapangan secara langsung mulai dari proses penerimaan bahan baku hingga proses produksi.
  2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber – sumber bacaan, literature, data lapangan yang tercatat pada unit usaha milik ibu Nurhayati ataupun sumber lainnya yang bersifat tidak langsung. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah data lokasi pabrik, struktur organisasi, tata letak unit usaha, ketenagakerjaan serta data administrasi mengenai pembuatan kerupuk rumput laut.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) II teknik pengumpulan data primer dilaksanakan menurut Narbuko dan Achmadi (2005) yaitu dengan:
1. Observasi partisipan  yaitu apabila orang yang melakukan observasi turut ambil bagian atau berada dalam keadaan obyek yang diobservasi (disebut observess). Sebagai contoh dalam pembuatan kerupuk rumput laut ini, taruna mengikuti proses dari awal hingga akhir produksi pembuatan kerupuk rumput laut.
2. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Daftar pertanyaan yang digunakan untuk wawancara dapat dilihat pada Lampiran 2.
Data sekunder diperoleh dari perpustakaan dan internet, tentang bagaimana cara pembuatan kerupuk rumput laut.
3.5 Teknik Pengolahan Data Dan Analisa Data
3.5.1 Teknik Pengolahan Data
Dalam Praktek Kerja Lapang (PKL) II data yang terkumpul menurut Nazir (1988) diolah dengan cara :
1. Editing yaitu pemeriksaan data yang terkumpul secara seksama. Hal ini perlu diperhatikan dalam mengedit data, apakah data secara lengkap dan sempurna, apakah tulisan sudah jelas untuk dibaca, apakah semua catatan dapat dipahami, apakah data sudah konsisten dan apa ada respon yang tidak sesuai.
2.  Tabulating yaitu kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel yang merupakan tahap lanjut dalam rangka proses analisa data sehingga dapat dibaca dan mudah dimengerti. Membuat tabulasi yaitu dengan menyajikan data dalam bentuk tabel untuk mempermudah analisa data selanjutnya. Adapun data yang disajikan dalam bentuk tabel ialah jumlah bahan baku tiap hari, jumlah tenaga kerja, jumlah peralatan, proses produksi. Adapun kegiatan tabulasi yaitu dapat dilihat pada lampiran 3.
3.5.2 Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi (2001) yaitu menggambarkan keadaan subyek berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya sehingga dapat disimpulkan.
Data tersebut meliputi :
1.   Data kuantitatif dianalisa dengan statistik deskriptif, yaitu menyajikan data sesuai dengan informasi yang diperoleh dilapangan. Data kuantitatif meliputi :
a) Jumlah           :      Penjumlahan angka yang diperoleh.
b)  Rata-rata       :      Nilai disekitar mana sekumpulan angka tersebar
daripada angka-angka itu..
c)   Frekuensi     :       Pengukuran-pengukuran yang dikelompokkan.  

       2. Data Kualitatif
     Data kualitatif dianalisa secara deskriptif menurut Narbuko dan Achmadi, (2001) yaitu menyajikan data sesuai dengan keadaan sebenarnya guna mempermudah pengambilan keputusan.
3.6 Jadwal Rencana Kegiatan PKL
            Adapun rencana kegitan selama PKL dapat dilihat pada lampiran 1.


DAFTAR PUSTAKA
Djaeni, Achmad.1985. Ilmu gizi. Dian Rakyat. Jakarta
Hariadi. 2010. Pembuatan Kerupuk. file:///F:/search/tentang-pembuatan-kerupuk.html  [17 Oktober 2010]
Karya, A. 2008. Kerupuk Sehat Bebas Kolestrol. 2008.
Mubarok, H. 2010. Pengolahan Rumput Laut. http://bisnisukm.com/pembuatan-rumput-laut.html. [10 Oktober 2010]
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2001. Metode Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta Timur.
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Poncomulyo, T,. Herti Maryani, dan Lusi Kristiani. Budi Daya dan Pengolahan Rumput Laut. 2006. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Subagyo. 1991. Metode Penelitian Praktis. Grafindo Persada. Jakarta.
Sukandarrumidi. 2004. Metode Penelitian. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suprapti, Lilies. 2000. Kerupuk Lele. Trubus agrisarana. Surabaya.
T, Anggadireja, dkk. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wahyono, Rudy dan Marzuki. 1996. Pembuatan Aneka Kerupuk. Penebar Swadaya. Depok.
Wahyono, Rudy dan Marzuki. 2002. Pembuatan Aneka Kerupuk. Penebar Swadaya. Depok.
Wibowo, Heru. 2010. Sistem  Produksi Dan  Pengawasan Mutu Kerupuk Udang. Bumi Aksara. Jakarta Timur
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gamedia Pustaka Utama. Jakarta.









Sidoarjo, Oktober 2010

Penulis